Pada bulan Suro, warga setempat akan disibukkan dengan persiapan Tradisi Kebo-keboan. Tradisi ini merupakan salah satu upacara adat yang unik dan menarik yang dilakukan oleh masyarakat Desa Alasmalang, Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam Bahasa Jawa, “kebo” berarti kerbau. Warga setempat menyulap jalanan dan setiap sudut desa menjadi lahan sawah atau ladang, lengkap dengan kubangan yang berisi air dan lumpur. Masyarakat Desa Alasmalang kemudian mengenakan kostum kerbau dan beraksi seperti kerbau di tengah persawahan.
Tradisi Kebo-keboan diawali dengan rangkaian upacara adat yang dimulai satu minggu sebelumnya. Prosesi dimulai dengan doa dan ziarah ke makam Mbah Buyut Karti, seorang leluhur Desa Alasmalang yang mengawali tradisi ini sejak 300 tahun lalu. Setelah itu, persiapan untuk tradisi Kebo-keboan dimulai.
Para peserta tradisi tersebut akan melakukan persiapan kostum dan aksesoris yang akan digunakan saat perayaan berlangsung. Mereka akan mengenakan kostum setengah manusia dan setengah kerbau, lengkap dengan tanduk dan ekor kerbau. Kostum tersebut dibuat dengan menggunakan bahan yang ramah lingkungan, seperti daun pisang, jerami, atau kain.
Pada hari perayaan, masyarakat desa akan berangkat dari rumah masing-masing menuju lokasi perayaan dengan mengenakan kostum kerbau. Mereka akan berjalan melalui jalan-jalan desa yang telah disulap menjadi ladang atau sawah mini dengan menggunakan air dan lumpur. Selama prosesi ini, mereka akan berusaha untuk berperilaku dan bergerak seperti kerbau dengan mengeliatkan tubuh, berjalan merangkak, dan bahkan berendam dalam lumpur.
Tradisi Kebo-keboan memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Desa Alasmalang. Tradisi ini dipercaya mampu membersihkan diri dari segala dosa dan mengusir segala macam penyakit. Selain itu, tradisi ini juga diyakini dapat membawa berkah dan kesuburan untuk tanah dan hasil pertanian di desa tersebut.
Tradisi Kebo-keboan tidak hanya menarik perhatian masyarakat lokal, namun juga wisatawan domestik dan mancanegara. Setiap tahun, banyak wisatawan yang datang ke Desa Alasmalang untuk menyaksikan dan ikut serta dalam tradisi unik ini. Mereka akan terpesona melihat puluhan orang dewasa dan anak-anak beraksi seperti kerbau di tengah persawahan. Tradisi ini telah menjadi daya tarik wisata budaya yang ikonik bagi Banyuwangi.
Selain menyaksikan prosesi Kebo-keboan, wisatawan juga dapat menikmati keindahan alam Banyuwangi. Banyuwangi merupakan daerah yang kaya akan alam dan budaya. Terdapat banyak objek wisata yang menawarkan pemandangan yang spektakuler, seperti Kawah Ijen, Pantai Pulau Merah, Pantai Sukamade, dan masih banyak lagi.
FAQ:
1. Apa makna dari tradisi Kebo-keboan?
Tradisi Kebo-keboan memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Desa Alasmalang. Tradisi ini dipercaya mampu membersihkan diri dari segala dosa dan mengusir segala macam penyakit. Selain itu, tradisi ini juga diyakini dapat membawa berkah dan kesuburan untuk tanah dan hasil pertanian di desa tersebut.
2. Kapan tradisi Kebo-keboan dilakukan?
Tradisi Kebo-keboan dilakukan pada bulan Suro, yang merupakan bulan pertama dalam penanggalan Jawa. Biasanya, tradisi ini dilakukan pada akhir bulan September hingga awal bulan Oktober.
3. Dapatkah wisatawan berpartisipasi dalam tradisi Kebo-keboan?
Ya, wisatawan dapat berpartisipasi dalam tradisi Kebo-keboan. Mereka dapat mengenakan kostum kerbau dan bergabung dengan masyarakat desa dalam perayaan tersebut. Namun, sebaiknya wisatawan mengenakan kostum yang disediakan oleh panitia untuk menghormati tradisi dan budaya setempat.
4. Apa saja objek wisata lain yang dapat dikunjungi di Banyuwangi?
Banyuwangi merupakan daerah yang kaya akan alam dan budaya. Beberapa objek wisata yang dapat dikunjungi di Banyuwangi antara lain Kawah Ijen, Pantai Pulau Merah, Pantai Sukamade, Taman Nasional Baluran, dan banyak lagi.
Meskipun tradisi Kebo-keboan terlihat unik dan mungkin dapat dianggap aneh bagi beberapa orang, tradisi ini merupakan warisan budaya yang penting bagi masyarakat Desa Alasmalang. Tradisi ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memiliki makna yang mendalam bagi mereka. Bagi wisatawan, tradisi ini juga merupakan kesempatan untuk memahami dan menghargai kebudayaan lokal dalam menghormati tradisi dan kepercayaan setempat.